Panduan MTQ Nasional Cabang Qiraat Sab’ah tentang makna Shilah
Kaidah umum yang berkaitan dengan ha’ dhamir berbunyi bahwa apabila ada ha’ dhamir yang tidak didahului huruf mati dan didepannya juga tidak terdapat huruf mati maka harus dipanjangkan seperti له، به, dan juga untuk menguatkan huruf ha’ perlu ditambahkan huruf mad setelahnya, karena tidak ada alasan yang mengharuskan membuang huruf setelah ha’ dan huruf sebelumnya berharakat, inilah ijma para ulama qira’ah , sebaliknya apabila ha didahului huruf yang disukun maka dibaca pendek, seperti منه، إليه.
Para ulama qurra’ kecuali Ibnu Katsir, kurang senang menggabungkan dua huruf sukun yang dipisah oleh huruf lemah yaitu ha, sehingga mereka membuang huruf mad setelah ha’ dan inilah madzhab Imam Sibawaih.
Kendati demikian dalam riwayat Hafsh ditemukan ha’ dlamir yang dibaca panjang walau didahului huruf mati seperti ويخلد فيه مهانا (QS. al-Furqan:69).
Dalam hal ini riwayat Hafsh sama bacaannya dengan Ibnu Katsir, yaitu membaca shilah ha’ (panjang) dengan panjang satu (1) alif.
Dalam hal ini riwayat Hafsh sama bacaannya dengan Ibnu Katsir, yaitu membaca shilah ha’ (panjang) dengan panjang satu (1) alif.
Alasannya bahwa ha’ adalah huruf lemah sebagaimana juga hamzah, sehingga ketika ha’ dikasrahkan, maka sebagai ganti dari wawu sukun adalah ya’ untuk menguatkan ha’.
Dalam perkataan Arab sendiri jarang dijumpai wawu sukun yang didahului kasrah, sehingga menjadi فيهي atau عليهي .
Dan ada pula ha’ yang dipendekkan (kendatipun tidak didahului huruf mati) dengan mendhammahkan ha’ tanpa shilah, yaitu يرضه لكم (QS. Al-Zumar:7), bacaan seperti juga dijumpai pada bacaan Imam Hamzah dan Nafi’
Alasan dipanjangkannya kata فيه yaitu mengembalikannya pada asalnya, yang mana ـه berasal dari kata هو . Ketika digabung dengan في menjadi فيهو , akan tetapi karena ha’ didahului ya’ sukun yang identik dengan kasrah maka harakat ha’ harus disesuaikan dengan harakat sebelumnya dan mengganti huruf mad wawu menjadi ya’ untuk menyesuaikannya dengan kasrah sehingga menjadi فيهي dan huruf mad diganti dengan harakat kasrah berdiri: فيه .
Mengenai alasan dipendekkannnya ha’ pada kata يرضه dan semacamnya yaitu mengembalikannya pada tulisan mushaf yang tidak terdapat wawu mad setelah ha’.
Sebagai kesimpulan bahwa dari qiraat tujuh,hanya Imam Ibnu Katsir saja yang paling gemar untuk membacanya dengan mad (panjang 1 alif).
Wallahu a’lam…
Dalam perkataan Arab sendiri jarang dijumpai wawu sukun yang didahului kasrah, sehingga menjadi فيهي atau عليهي .
Dan ada pula ha’ yang dipendekkan (kendatipun tidak didahului huruf mati) dengan mendhammahkan ha’ tanpa shilah, yaitu يرضه لكم (QS. Al-Zumar:7), bacaan seperti juga dijumpai pada bacaan Imam Hamzah dan Nafi’
Alasan dipanjangkannya kata فيه yaitu mengembalikannya pada asalnya, yang mana ـه berasal dari kata هو . Ketika digabung dengan في menjadi فيهو , akan tetapi karena ha’ didahului ya’ sukun yang identik dengan kasrah maka harakat ha’ harus disesuaikan dengan harakat sebelumnya dan mengganti huruf mad wawu menjadi ya’ untuk menyesuaikannya dengan kasrah sehingga menjadi فيهي dan huruf mad diganti dengan harakat kasrah berdiri: فيه .
Mengenai alasan dipendekkannnya ha’ pada kata يرضه dan semacamnya yaitu mengembalikannya pada tulisan mushaf yang tidak terdapat wawu mad setelah ha’.
Sebagai kesimpulan bahwa dari qiraat tujuh,hanya Imam Ibnu Katsir saja yang paling gemar untuk membacanya dengan mad (panjang 1 alif).
Wallahu a’lam…