Isymam Lintas Qiraat
Isymam (Bahasa Jawa = mecucu, memajukan bibir) yaitu membaca harakat kata yang diwaqaf tanpa ada suara dengan mengangkat dua bibir setelah men-sukun-kan huruf yang dirafa’, seperti نستعينُ .
Dalam pembelajaran qiraat sab’ah, Imam Ibnu Amir melalui rawinya yang bernama Hisyam juga mengisymamkan setiap lafadz قيل dengan mencampurkan dhummah dan kasrah dalam satu huruf, demikian juga menurut Imam Hamzah khususnya melalui rawinya yang bernama Khalaf membaca isymam di setiap lafadz الصراط dengan memadukan bunyi huruf shad ( ص) dan za ( ز ).
Dalam riwayat Hafsh, Isymam hanya ada pada lafadz لا تأمنا (QS. Yusuf:11), yakni ketika lidah melafazdkan لا تأمنُنَا tanpa ada perubahan suara alias tetap sama dengan tulisannya. Kalau diamati, ternyata rasm al-Qur’an hanya menulis satu nun yang ditasydid.
Pertanyaan yang muncul, mana dhummahnya?
Sehingga untuk mempertemukan keduanya dipilih jalan tengah yaitu bunyi bacaan mengikuti rasm, sedang gerakan bibir mengikuti kata asal.
Secara bahasa, hal itu bisa difahami bahwa memang asal dari kata itu terdapat dua nun yang di-idzhar-kan (jelas), nun pertama di-rafa’-kan dan yang kedua di-nashab-kan.
Nun pertama dirafa’kan (didhummahkan) karena ia termasuk fi’il mudhari yang tidak kemasukan ‘amil nawashib maupun jawazim. Kata “La” yang masuk pada kata “Ta’manu” adalah nafy (yang berarti “tidak”) bukan nahy (yang berarti “jangan”).
Hal itu diambil dari pemahaman konteks ayat:
قَالُوا يَا أَبَانَا مَا لَكَ لا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ (١١)
“ Mereka berkata: “Wahai ayah Kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai Kami terhadap Yusuf, Padahal Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya”.
Wallahu A’lam…To be Continued